MAKALAH
MATERIALISME
HISTORIS
Kata
Pengantar
Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan
rahmat dan hidayah–Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul tentang “ Materialisme Historis
“. Makalah ini diharapkan dapat lebih membantu pemahaman mengenai mata kuliah
yang bersangkutan dengan judul makalah ini.
Makalah ini saya buat dengan tujuan agar lebih menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan bagi saya maupun mahasiswa / mahasiswi yang akan
membaca / mempelajari tentang makalah saya ini. Serta memberi penyadaran buat
pembaca bahwa Materialisme adalah penting untuk dipelajari dan diterapkan dalam
lingkungan mahasiswa yang intelek.
Tidak pula lupa, saya ucapkan terima kasih kepada pihak
– pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Sehingga makalah
ini terselesaikan dengan baik.
Samarinda, 3 Juni 2007
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A.
Latar Belakang................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 3
A.
Materialisme Dialektika.................................................................. 3
B.
Materialisme Historis...................................................................... 5
BAB III PENUTUP............................................................................................ 10
Kesimpulan.......................................................................................................... 10
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
MATERIALISME adalah paham ajaran yang menekankan
keunggulan faktor-faktor material atas yang spiritual dalam metafisika, teori
nilai, fisiologi, epistimologi atau penjelasan historis. Ada beberapa macam
materialisme, yaitu materialisme biologis, materialisme parsial, materialisme
antropologis, materialisme dialektis, dan materialisme historis.
Adalah Karl Marx (1818-1883) tokoh utama yang mengaitkan
filsafat dengan ekonomi. Dalam pandangannya, filsafat tidak boleh statis,
tetapi harus aktif membuat perubahan-perubahan karena yang terpenting adalah
perbuatan dan materi, bukan ide-ide (hal ini berbeda dengan Hegel). Manusia
selalu terkait dengan hubungan-hubungan kemasyarakatan yang melahirkan sejarah.
Manusia adalah makhluk yang bermasyarakat, yang beraktivitas, terlibat dalam
suatu proses produksi. Hakikat manusia adalah kerja (homo laborans, homo
faber). Jadi, ada kaitan yang erat antara filsafat, sejarah dan
masyarakat. Pemikiran Karl Marx ini kemudian dikenal dengan Materialisme
Historis atau Materialisme Dialektika.
Pandangan Karl Marx di atas mendapat reaksi yang
beragam-ragam di Indonesia. Mengapa? Karena materialisme adalah ajaran
Marxisme, yang pada dasarnya memiliki pemikiran sejalan dengan positivisme.
Sesungguhnya perintis pemikiran ini bukan hanya Karl Marx, tetapi juga
Friedrich Engels (1820-1895). Mereka berdua banyak mendapat inspirasi (terutama
metode dialektikanya) dari filsuf Jerman yang sangat berpengaruh, yaitu GWL
Hegel (1770-1831). Marx adalah tokoh pertama yang mengaitkan filsafat dengan
ekonomi. Dalam perspektifnya, filsafat tidak boleh statis, tetapi harus aktif
membuat perubahan-perubahan karena yang terpenting adalah perbuatan dan materi,
bukan ide-ide (hal ini berbeda dengan Hegel). Jalan pemikiran Karl Marx
tersebut menjelaskan pandangannya tentang teori pertentangan kelas, sehingga
pada perkembangan berikutnya melahirkan komunisme.
Dalam realitas, Marxisme adalah suatu gagasan yang
menarik untuk dicermati dari sudut pandang sains oleh kaum intelektual dan
mahasiswa. Namun bagi pemerintah dan mayoritas bangsa, Marxisme adalah ajaran
sesat dan tak bermoral yang bertentangan dengan ideologi negara kita Pancasila,
dan UUD 1945. Kuatnya indoktrinasi pemerintah di era orde baru menyebabkan
sejumlah intelektual dan mahasiswa hanya mempercakapkannya dalam area kampus.
Itu pun hanya semata-mata dalam perspektif Marxisme sebagai gagasan dalam
konteks sains. Namun, sulit untuk memungkiri bahwa gagasan-gagasan kaum
mahasiswa di era orde baru yang bernyali berteriak lantang memprotesi berbagai
kebijakan pemerintah yang konon katanya sarat dengan korupsi, kolusi dan
nepotisme, dan kuatnya peranan militer (militerisme) dalam mengamankan
legitimasi kepemimpinan Orde Baru di pundak Presiden Soeharto, boleh dapat
dikatakan bernafaskan roh atau jiwa dari gagasan Marxisme. Argumen ini
mengemuka karena pada era itu yang menjadi value demokrasi Indonesia adalah
musyawarah untuk mufakat, bukan demonstrasi, apalagi people power.
Dan yang dibahas dalam makalah ini adalah tentang
Materialisme Historis dengan berbagai sejarah pandangan filsafat dunia yaitu
Hegel dan Karl Marx dan Engels yang diperpadukan dalam pendapat serta pemahaman
seorang tokoh marxisme asal Indonesia, yaitu Tan Malaka.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Materialisme Dialektika
Dialectique,
dialectica, dialectike semuanya berasal dari bahasa
Latin yang dijelaskan sebagai seni berdebat dan berdiskusi, yang kemudian
diturunkan sebagai kebenaran dengan jalan diskusi.
Dialektika ketika sampai di zaman Hegel dikonsepsikan
bahwa dalam realitas ini tidak ada lagi bidang-bidang yang terpisah atau
terisolasi. Semuanya saling terkait dalam satu gerak penyangkalan dan
pembenaran. Dalam tinjauan lain, dialektika berarti sesuatu itu hanya berlaku
benar apabila dilihat dengan keseluruhan hubungan dalam relasi yang bersifat
negasi-dialektis (teas-antitesa-sintesa).
Dalam mata filsafat dialektika, terutama para penganut
materialisme dialektik Marx dan Engels menganggap bahwa dalam realitas ini
tidak ada sesuatu yang berdiri sendiri untuk selamanya, tidak ada sesuatu yang
mutlak dan suci seperti yang dimetafisikakan oleh Hegel dengan sebutan “roh
absolut”. Lebih mendetail J.W. Stalin dalam Buku “Materialisme Dialektika dan
Histori” menerangkan dua prinsip pokok dari dialektika Marxis. Pertama,
dialektika Marxis berlawanan dengan metafisika. Dialektika Marxis tidak
memandang alam sebagai suatu tumpukan segala fenomena atau tumpukan fenomena
yang kebetulan saja, tidak berhubungan dan bebas satu sama lainnya. Namun semua
fenomena alam sebagai realitas yang organik satu statis lainnya. Kedua, berbeda
dengan metafisika, dalam konsepsi dialektika berpendapat bahwa alam bukanlah
satu keadaan yang statis namun realitas yang terus menerus bergerak dan
berubah, rontok, mati dan tumbuh kembali. Ketiga, dialektika juga menerangkan
proses perkembangan bukanlah suatu proses pertumbuhan yang sederhana, di mana
perubahan – perubahan kuantitatif akan menuju perkembangan yang terbuka ke arah
perubahan yang kualitatif.
Berkaitan dengan penjelasan hukum dialektika, Tan Malaka
menerangkan dalam Madilog (Materialisme,
dialektika, logika) dengan membedakannya dengan logika yang berisi hukum
berpikir logis. Logika adalah metode berpikir untuk menetapkan suatu identitas.
Dimana wilayah kerja logika adalah ketika berhadapan dengan satu persoalan yang
sederhana yang hanya membutuhkan jawaban ‘ya’ dan ‘tidak’. Dimana logika ‘ya’
adalah ‘ya’ dan ‘ya’ adalah “bukan tidak”. Hukum keduanya tidak bisa
dicampuradukkan. Hukum yang lazim dipakai logika dalam pengertian ini adalah A
= A. Sedangkan A bukan non A (tidak A).
Beberapa hukum pokok dialektika juga diutarakan Tan
Malaka dalam beberapa persoalan berikut contohnya dalam kehidupan sehari –
hari, yaitu :
1.
Hukum dialektika selalu
berkaitan dengan waktu.
2.
Hukum dialektika selalu
berkaitan dengan perpaduan di luar dirinya.
3.
Hukum dialektika selalu
berkaitan dengan hukum kontradiksi.
4.
Hukum dialektika selalu
berkaitan dengan gerak.
Melawankan hukum dialektika idealis milik Hegel dengan
dialektika milik Karl Marx dan Engels, Tan Malaka tampak menaruh keberpihakan
jelas terhadapnya. Keberpihakan yang sangat ideologis sehingga tampak sebagai
penjabaran dogma secara rasional, tanpa kritisisme tertentu. Disebutkannya,
bagi Marx Dialektika itu bukanlah semata-mata hukum gerakan pikiran sebagai
cermin realitas, melainkan hukum kebenaran berpikir ketika bertitik tolak dari
benda yang sebenarnya. Adanya hukum pertentangan dan perpaduan sendiri juga
diakui oleh Marx dan Engels, cuma dalam pengertian sebagai perjuangan tabpa
damai dua benda nyata, pertentangan dua kelas dalam masyarakat. Pertentangan
dalam masyarakat itu antara kelas yang berpunya yang ditentukan oleh corak
produksi masyarakatnya. Dengan adanya kemajuan teknik dalam corak produksi
masyarakat yang membuat orang kaya dan berkuasa semakin bertambah kaya dan
kuasa. Sedangkan di pihak yang miskin dan tak kuasa semakin terpuruk dalam
lembah yang miskin dan tak ada kuasa. Perpaduan baru sintesis ini berupa “hak
milik bersama” atas alat-alat produksi yang menghasilkan bagi “kemakmuran
bersama”. Sistesis inilah yang kemudian membayang dalam otak sebagai suatu yang
bertolak dari realitas objektif (materialisme). Selanjutnya politik dan
instrumen operasional lainnya dilaksanakan sepenuhnya untuk membuat masyarakat
baru berdasarkan “hak milik bersama”, masyarakat yang dikendalikan oleh kelas
tak berpunya (sosialisme) sampai terbentuknya masyarakat tanpa kelas seperti
yang dicita – citakan (komunisme).
B.
Materialisme Historis (Hukum Objektif
Sejarah)
Materialisme historis
dipahami sebagai perluasan prinsip-prinsip materialisme dialektik pada anahsis
mengenai kehidupan masyarakat, atau pengeterapan prinsip-prinsip materialisme dialektik pada gejala
kehidupan masyarakat. Bertolak dari proposisi bahwa yang terpenting dari
filsafat adalah bukan hanya bongkar pasang makna tentang dunia namun bagaimana
merubah kenyataan dunia, Karl Marx meneruskan konsistensi pemikirannya pada
kasus hukum dialektika sejarah dalam masyarakat manusia. Dalam materialisme
historis, Marx menjabarkan secara ilmiah mata rantai kelahiran, perkembangan
dan kehancuran sistem masyarakat beserta kelas-kelas sosial dalam suatu kurun
sejarah.
Marx menfokuskan pada
tinjauan objektif atas corak~ produksi masyarakat sebagai struktur dasar
masyarakat. Hubungan corak produksi yang melibatkan keselarasan antara
aktivitas masyarakat berikut bahan-bahan dan perkakas yang ada sebagai basis
material (faktor determinan) pembentuk sistem ekonomi masyarakat dan struktur
sosial di dalamnya termasuk manivestasi hukum, politik, estetika dan agama.
Totalitas produksi inilah yang menyusun masyarakat sekaligus menjadi landasan tempat
berpijak struktur-atas politik berdixi dengan pongah. Sampai pada puncak
perkembangannya, ketika suatu sistem produksi yang ada mengandung kontradiksi
yang melibatkan pertentangan kekuatan- kekuatan produktif dalam masyarakat––kelas
tanpa modal versus kelas
bermodal–maka hukum sejarah berlaku dialektik. Yakni perubahan yang sesuai
dialektika hukum objektif, di mana masyarakat bawah yang terperas dan terhisap
akan melakukan perombakan secara revolusioner sebagai anti-tesa sistem lama
menuju sistesa dalam masyarakat baru yang diperjuangkan sendiri semua kaum
tertindas (proletariat).
Lenin berpendapat, dengan
ditemukannya konsepsi materialisme historis, ia telah mengatasi dua kelemahan pokok dari teori-teori
sejarah terdahulu. Pertama, mereka paling hanya meneliti motif-motif ideologis
dari aktivitas sejarah manusia, tanpa menyelidiki apa yang melahirkan
motif-motif tersebut dan Vna berpegang pada hukum-hukum objektif yang menguasai
perkembangan sistem hubungan sosial. Mereka juga tidak melihat akar-akar dari
hubungan-hubungan pada tingkat perkembangan produksi materi. Kedua, teori-teori
sejarah terdahulu tidak meliputi tinjauan aktivitas masyarakat dalam berbagai
aspek corak-corak produksi dan perkembangannya. Sedang materialisme historis
Marx meninjau keadaan objektif sosial dan perubahan dalam hukum dialektikanya
dengan tingkat akurasi yang hampir menyamai ilmu-ilmu alam. Dalam materialisme
historis, Marx menunjukkan hukum-hukum objektif perkembangan masyarakat,
menjelaskan secara objektif kelahiran, perkembangan dan kehancuran suatu sistem
masyarakat. Secara akurat la juga
menyatakan bahwa pencipta sejarah sebenarnya adalah massa rakyat kelas pekerja,
bukan individu istimewa macam raja, bangsawan atau pahlawan.
referensinya dari mana mas?
ReplyDelete